Minggu, 10 Februari 2008

BENARKAH INDONESIA TELAH MERDEKA ?

Oleh. Vladimir Ake

Indonesia telah lama merdeka dari penjajahan bangsa asing tepatnya pada tanggal 18 agustus tahun 1945 yang ditandai dengan pembacaan teks proklomasi oleh sukarno dan dirayakan oleh bangsa Indonesia tiap tahun pada tanggal yang sama. Akan tetapi akankah rakyat pada zaman sekarang ini secara umum merasakan kemerdekaan seperti harapan para pahlawan kita. Seandainya mereka masih hidup Mungkin Ki Hajar dewantara akan menangis melihat Mahalnya pendidikan kita sehingga orang miskin tidak dapat menjangkaunya. Dr wahidin akan bersedih melihat tingginya biaya kesehatan dinegeri ini sehingga rakyat harus diusir dari rumah sakit. Dan KH. Ahmad Dahlan akan merasah gelisah melihat elitisnya sebagian para ulama kita yang telah melacurkan dirinya untuk kepentingan pribadi, serta berbagai pahlawan – pahlawan kita yang akan menyesal mendirikan republic ini.]
Memperhatikan tujuan dari Negara kita yang termuat dalam pembukaan UUD 45 merupakan legitimasi awal untuk menjustifikasi apakah kita terjajah pada hari ini. Sebagaimana inti dari bahasa tersebut adalah terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, aman, dan sejahtera. Sehingga apapun alasannya subtansi dari kemerdekaan tersebut adalah masyarakat sebagaimana dimaksud. Sehingga siapapun yang memimpin Negara ini harus mengarahkan pada tercapainya tujuan tersebut. Namun ketika melihat realitas tersebut jauh dari harapan, Kemiskinan makin melonjak, jika memakai standar internasional mencapai setengah dari penduduk Indonesia. Sehingga mengakibatkan Pengangguran makin takteratasi, munculnya berbagai penyakit seperti gisi buruk, busung lapar dan berbagai penyakit lainnya, serta konflik social yang terjadi diberbagai daerah. Hal ini juga diperparah dengan kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat, naiknya BBM, imporberas, Privatisasi aset – aset Negara, penggusuran diberbagi daerah dengan alasan keindahan kota, dan yang paling parah adalah KKN yang dilakukan oleh birokrat dinegeri ini mulai dari tingkat pusat sampai RT. Realitas tersebut bagaikan benang kusut dan lingkaran setan yang tidak diketahui dimana ujungpangkalnya. Melihat fenomena tersebut akankah kita masih bisa tersenyum dan mengatakan kita merdeka. Buseet………..
Mempertanyakan makna kemerdekaan kita dalam konteks sekarang merupakan suatu keharusan. Benarkah dinegeri ini ada keadilan ketika yang kaya semakin dikayakan dan yang miskin selalu dimiskinkan, baik dalam konteks ekonomi, social maupun pelaksanaan hukum, kita mungkin masih bisa menyaksikan pencuri beras sekilo mati di hakimi massa ketimbang para pencuri uang Negara yang korup melakukan piknik keluar negeri. Benarkah ada kesejahteraan dinegeri ini ketika fenomena busung lapar melanda negeri yang kaya sumber daya alamnya. Dan benarkah ada keamanan yang dirasakan rakyat ketika konflik social sewaktu – waktu dapat terjadi baik itu antara penegak hokum sendiri (polisi melawan TNI), maupun antar masyarakat, Antar mahasiswa akibat SARA PILKADA dan PEMILIHAN REKTOR. Dan terakhir mungkin kita akan benarkan negeri ini kita bubarkan saja dulu untuk sementara.
Menjawab pertanyaan terakhir diatas harus dimulai dengan menjawab pertanyaan lainnya diantaranya masikah ada kemungkinan memperbaiki kondisi yang terburuk yang dialami bangsa Indonesia?. Jawaban dengan optimis merupakan jawaban yang sering sekali kita diperdengarkan oleh para pejabat dalam setiap seminar di hotel – hotel bintang lima yang biasanya membahas tentang kemiskinan, jawaban optimis juga sering diperdengarkan dalam mulut juru kampanye politik (Presiden sampai RT), serta optimesme juga di lantungkan oleh ulama kondang dengan menyarankan kita berdoa dan berzikir ditengah lapangan sambil meneteskan airmata. Akan tetapi optimisme yang merekan tunjukkan hanyalah kamuflase yang keluar dari mulut penghianat dinegeri ini. Namun mencari harapan dari secercah keinginan untuk memperbaiki apa yang salah dinegeri ini. Mencari akar masalah dari seluruh fenomena yang melanda negeri ini baik itu social, politik, budaya dan agama merupakan suatu keharusan.
Banyak diantara kita menganggap bahwa yang menyebabkan negeri terpuruk adalah merebaknya KKN yang dilakukan oleh petinggi dinegeri ini, pernyataan seperti ini tidaklah semuanya salah, akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa KKN di negeri ini merupakan salahsatu yang memperburuk kondisi, karna jika kita melihat berbagai Negara seperti India, Cina, Korea memiliki indeks KKN yang sama tingginya dengan indonesia akan tetapi masyarakatnya jauh lebih makmur dan sejahtera ketimbang Indonesia dari tinjauan ekonomi (Awalil Rezki:2005). Begitupula dengan masalah – masalah lain yang merupakan efek dari ketidak stabilan ekonomi dinegeri ini, karna perlu dipahami bersama bahwa dalam konteks sekarang ini kondisi ekonomi dapat mempengaruhi kondisi dan situasi yang lain. Oleh sebab itu peranan ekonomi menjadi incaran dan daya tarik Negara maju untuk melanjutkan kembali penjajahannya.
Penjajahan memang telah berlalu, kita sudah mengatakan merdeka walaupun sebagian besar masyarakat tidak pernah merasakan kemerdekaan karna dililit kemiskinan. Para penjajah memang telah pergi meninggalkan Indonesia tetapi mereka mewariskan kepada generasi bangsa ini sebuah ideology penjajah yang dikenal dengan kapitalisme yang telah dipraktekkan oleh para penguasa untuk kembali menjajah rakyatnya sendiri. Kalau sebelumnya penjajahan dalam bentuk fisik maka sekarang penjajahan dilakukan dalam bentuk ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dinegeri ini dengan bekerjasama dengan Negara – Negara maju dalam bentuk pemberian utang luar negeri dengan bunga yang tinggi dan diiringi dengan kesepakatan yang hanya menguntungkan pemberi utang. Salahsatunya kesepakatan itu adalah menghilangkan subsidi kepada rakyat. Utang indonesia telah mencapai kurang lebih1400 trilyun rupiah yang jika dihitung setiap penduduk menanggung beban 10 juta. Keberadaan utang tersebut mengaharuskan sebagian besar APBN Negara dialokasikan untuk membayar utang sehingga alokasi untuk kepentingan rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan pemberantasakan kemiskinan semakin terabaikan.
Bentuk penjajahan yang dilakukan oleh Negara maju melalui lembaga – lembaga donor dalam jeratan utang luar negeri merupakan strategi baru dalam melakukan penjajahan. Indonesia yang memulai dizaman orde baru untuk menerima utang dan dilanjutkan sampai sekarang telah membuat penderitaan kepada rakyat. Belum lagi dari sekian banyak utang itu hampir mencapai 30 % dikorupsi oleh pejabat. Dapat juga dikatakan bahwa idiologi yang dipakai penguasa kita dalam menyelenggarakan Negara, hanya menguntungkan sebagian kecil mesyarakat indonesi. Melihat fenomena tersebut maka masihkah kita mengatakan bangsa ini telah merdeka.
Jadi dapat kita katakana bahwa salahsatu akar masalah dari terpurukya bangsa ini, karna terintegrasinya Indonesia dalam sebuah tatanan global yang mengharuskan negeri ini menjadi negara yang patuh dan taat pada arus kepentingan global.Atau dengatakan bahwa kita masih terjajah oleh bangsa asing yang telah berkoalisi dengan pemerintah dengan model penjajahan yang baru yang kita sebut dengan neoliberalisme, dengan indikator terintegrasinya indonesia dalam tatanan ekonomi global dan pasar bebas. Efek yang dapat kita amati adalah perjanjian yang dilakukan pemerintah dengan pemberi utang yang mengikat dan tidak transparan yang melahirkan kebijakan pemerintah yang hanya memihak kepada kepentingan pemegang modal (MnSc dan TnSc) yang menjadi otak dari seluruh penjajahan ekonomi yang ada didunia ketiga seperti indonesia. Lahirnya kebijakan kenaikan BBM akibat perjanjian pengurangan subsidi kepada rakyat. Pengelolaan Sunber Daya Alam oleh pihak asing seperti PT Inco, PT Frepoot, serta bebagai sumber minyak di negeri ini dikelola oleh pihak asing yang hasilnya hanya untuk kepentingan mereka dan penguasa dinegeri ini.
Sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda penjajahan neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997. Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan
UPAYA PERLAWANAN

indonesia telah lama merdeka, akan tetapi kemerdekaan tidak sepenuhnya dirasakan oleh seluruh bangsa indonesia. Kemerdekaan hanya dinikmati oleh para elit – elit politik dan para pengusaha koruptor dinegeri ini. Hal tersebut dapat dilihat dari angka kemiskinan dinegeri ini, kekacauan sosial, pengangguran yang diperparah dengan makinesme dan kinerja pemerintahan yang telah melakukan penjajahan dinegeri ini. Bentuk penjajahan tersebut merupakan hasil kerjasama dengan negara – negara maju dalam bentuk ekonomi dan mempengaruhi bidang – bidang lain. Inilah yang kita sebut penjajahan bentuk baru atau neoliberalisme.
Gerakan perlawanan terhadap neolib harus dilakukan secara trategis, mengingat bentuknya yang tidak nampak secara fisik akan tetapi muncul sebagai sebuah kebijakan – kebijakan ekonomi seperti regulasi, liberalisasi, dan privatisasi yang mempengaruhi berbagai ketimpangan sosial dan senantiasa menyelinap dalam setiap sendi kehidupan kita: ekonomi, politik, budaya, bahkan agama. beragam metode dan model gerakan harus dipadukan. Mulai dari gerakan moral-kultural, penguatan struktural, maupun pembaharuan perundang-undangan.
Tentu saja, sebagai bentuk kepedulian sosial, mahasiswa harus tetap memunculkan solusi untuk masalah yang melanda ummat manusia khususnya negara indonesia ini. Karena, kita masih berkeyakinan bahwa mahasiswa memiliki kemanpuan baik secara konseptual dalam konteks praktis (aksi). Dan secara ideologis mahasiswa (maaf, Cuma sebahagian) masih menyimpan nilai – nilai keidealan sehingga gerakannya masih dapat dipertanggunjawabkan secara moral. Keidealan itulah yang perlu menjadi landasan gerak manusia dalam melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan dari berbagai kebijakan neolib didunia ini sebagaimana funsinya sebagai kontrol sosial, pelanjut perubahan dan pemberi contoh moral yang baik ditengah – tengah masyarakat. Dan hal ini juga dapat dilihat dari tridarma perguruan tinggi dimana mahasisiwa mendapatkan identitsnya sebagai bentuk pengabdian masyarakat.
Begitulah, sesungguhnya memang sudah saatnya mahasiswa tidak lagi diletakkan sebagai kesadaran kognitif yang hanya bergerak pada wilayah Akademis. Akan tetapi harus mampu menjadi kesadaran sosial dalam melakukan inspirasi, aspirasi dan motivasi dalam menanggapi setiap persoalan yang menimpa ummat manusia dan mampu menyelinap dalam perbaikan pada ruang-ruang kultural dan struktural sosial masyarakat. Dan itu artinya, mahasiswa harus mengambalikan identitasnya sebagai pelanjut perubahan.
Gerakan moral cultural
Walaupun dalam konteks sekarang gerakan moral kultural telah dianggap kurang efektif dan efesian mengingat kompleksnya persoalan yang harus diselesaikan secara cepat, akan tetapi gerakan ini tetap diperlukan sebagai upaya penyadaran korban penindasan untuk jangka panjang. Hal yang perlu dilakukan dalam konteks sekarang adalah modifikasi terhadap gerakan tersebut. Jika selama ini gerakan mahasiswa bersifat reaksioner dalam menyikapi persolan, maka perlu pendekatan secara analitis dalam konteks saat ini. Penyadaran sosial yang selama ini dilakukan dalam tingkatan elit mahasiswa, maka dalam konteks sekarang penyadaran akan lebih jauh pada tingkat masyarakat secara umum.
Pergerakan dalam tingkat kultur diharapkan dapat membangun kesadaran secara kolektifitas masyarakat dalam memahami persoalan yang dihadapi akibat kebijakan pemerintah/negara yang memihak pada agen – agen neoliberalisme atau TnCs dan MnCs. Naiknya harga pupuk yang menyensarakan petani akibat kebijakan pengurangan subsidi, pembangunan supermarket dan tempat – tempat pembelanjaan elit seperti mal – mal telah merugikan produksi dan pedagang lokal, pendirian pabrik – pabrik industri yang menggusur penduduk dan sebagainya yang merupakan efek dari neolib, Oleh sebab itu Adalah tugas seorang mahasiswa yang mengaku intelek dalam melakukan provokatif terhadap masyarakat dalam tingkat kultur untuk melakukan perlawanan. Gerakan moral kultural juga diharapkan dapat memperkuat tatanan budaya lokal. berbagai hegomoni budaya yang selalu mengikuti kepentingan pasar bebas yang menjadi agenda neolib paling tidak telah banyak pemporak – porandakan tatanan budaya lokal.

1 komentar:

REVOLUSI mengatakan...

benarkah indonesia telah merdeka???
Aq dengan lantang menjawab " INDONESIA TAKKAN PERNAH MERDEKA SELAGI NEGERI INI TERUS MEMBEBEK DI BAWAH PANTAT IMPERIALISME...
SELAGI NEGERI INI TERUS MEMBUDAK DI BAWAH KAKI PARA KAPITALIS...
SELAGI NEGERI INI TERUS MEMBUDAYAKAN FEODALISME...
SELAGI PEMUDA MAHASISWA BELUM BERGARIS MASSA,,,
TAK ADA KATA LAIN,,,juzt "REVOLUSI"
utk mewujudkan INDONESIA yang "BERDIKARI"