Jumat, 08 Februari 2008

POLITIK GERAKAN MAHASISWA DALAM PEMBELAAN KAUM TERTINDAS

Oleh : akmal nur*

Kondisi sosial
Ada apa dibalik ini semua. Kalimat ini merupakan pertanyaan yang sangat tepat diungkapkan dalam melihat fenomena sosial yang terjadi di Indonesia. Menurut M. Hatta kelihatan realitas sosial aneh – aneh yang tidak cocok dengan pengertian keadilan dan kebenaran, dimana beberapa tempat rakyat mati kelaparan dan di tempat lain makanan itu berlebih dan menjadi makanan hewan peliharaan. Di tempat pemukiman kaum elit misalnya, kita banyak menjumpai makanan di berikan kepada anjing peliharaan mereka dan di pemukiman kumuh kita dapat menyaksikan kelaparan yang melilit penghuninya. Inilah salah satu tanda bagaimana ganasnya kehidupan dan sistem sosial yang ditata oleh struktur kenegaraan berlandaskan kapitalisme. Diketahui bersama bahwa dalam skala kolektif kapitalisme telah melahirkan struktur sosial yang sangat timpang dan skala personal menciptakan manusia – manusia berorientasi kehidupan materil yang dapat memakan hak – hak sesamanya sendiri.
Ketimpangan sosial yang terjadi melahirkan berbagai persoalan yang dihadapi saat ini. Kecemburaan sosial yang sewaktu – waktu terjawantahkan dalam kekerasan massa, kemiskinan yang melahirkan tindakan perampokan, pencurian, dan criminal lain, pengangguran yang melahirkan anak jalanan, serta fenomena lain beserta implikasinya yang turut mewarnai tata kehidupan kita. Namun dibalik semua itu prilaku penguasa cendrum menutupi dengan permainan tanda yang mereka pertontongkan, sehingga yang lahir kemudian adalah kontradiksi – kontradiksi sosial. Ketika Indonesia menrima penghargaan dari organisasi PBB (FAO), saat itu juga di pertontongkan kasus kelaparan di Irian jaya dan busung lapar NTT, Pada Saat Indonesi menyepakati MdGs yang merupakan sikap beberapa negara untuk mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan, justru kita dihadapkan pada data angka kemiskinan yang semakin melonjak, disaat Indonesia memiliki komitmen membantu negara lain yang lemah justru kebijakan mebantuh negara penjajah seperti dalam kasus Iran. Begitu pula pada system kenegaraan kita dimana Negara kita sangat hobi membuat dan mengotak atik Undang – undang tapi giliran melaksanakan, semua seakan tidak tahu masalah, seperti Penegak hokum yang justru melanggar hokum, pendidik yang tidak berpendidikan, birokrasi yang tidak bermoral, serta aktifis yang melacurkan intelektualnya.
Melihat fonomena tersebut, berbagai sikap kemudian muncul dalam masyarakat. Ada yang optimis tetapi sebahagian besar pesimistis. Melakukan tindakan yang tidak rasional seperti kekerasan dan kriminalitas menjadi trend di masyarakat, selalu menyalahkan orang lain atau kelompok lain adalah salah satu indikatornya yang sesekali diiringi dengan ekslusifitas membawa identitas suku, ras, dan agama. Pada akhirnya masyarakat secara kolektif mengalami depresi yang sangat akut, dan dalam situasi inilah kita tunggu kehancuran bangsa Indonesia. Benarkah bangsa Indonesia tidak dapat bangkit seperti Negara – Negara tetangganya yang memiliki kesamaan masalah krisis di era 90-an. Seperti malesyia dan Vietnam serta Negara lain. Kita mempunya banyak ilmuan di berbagai bidang ketimbang Negara lain tetapi mengharap mereka memberikan solusi adalah ilusi mengingat sebahagian besar dari mereka hanya bisa beronani intelektual.



LK sebagai lembaga perjuangan

Berbagai fenomena yang dialami oleh bangsa kita sudah harus terjawab dan terselesaikan dengan syarat materi walaupun di mungkinkan secara parsial saja. Salah satu syarat materil tersebut adalah adanya lembaga atau organisasi yang radikal dan didalamnya terdapat manusia atau sumberdaya yang militan, memiliki bekal idiologi, dan praktek - praktek revolusioner, ketiadaan syarat ini hanya melahirkan gerakan - gerakan pragmatis dan opurtunis. Lembaga kemahasiswaan yang merupakan wadah perjuangan telah mengedentikakkan dirinya secara historis sebagai institusi pembelaan terhadap kaum lemah dan terpinggirkan.Sehingga lembaga ini bertanggunjawab akan sebauh tatanan sosial yang menjungjung nilai - nilai keadilan dan kebenaran.
Pergerakan mahasiswa dalam sebuah wadah lembaga kemahasiswaan cendrum selama ini mengalami tantangan antara lain pertama gerakannya masih sangat primordial dan bersifat elitis, terkadang banyak isu atau wacana strategi yang digunakan dalam pergerakan hanya bersifat lokalitas tampa memperhatikan bahwa bukan hanya lembaga kemahasiswaan yang ingin melakukan perubahan. Kedua gerakan lembaga kemahasiswaan baru sampai pada tingkat yang sifatnya abstrak dan belum terlalu menyentuh hal - hal yang sifatnya kongrit dan ketiga lahirnya lembaga gerakan mahasiswa 86 (istilah mahsiswa penjual gerakan) yang sangat menodai idealisme gerakan kemahasiswaan yang lain. Selain hal tersebut gerakan mahasiswa masih diperhadapkan pada berbagai krisis seperti krisis massa, krisis issu/wacana, krisis kepercayaan, dan krisis jaringan.Hal - hal tersebut perlu di carikan formula yang tempat untuk melangkah lebih jauh.
Lembaga kemahasiswaan sudah seharusnya mengevaluasi kembali pola gerakan yang selama ini dilakukan. akan tetapi tidak pola yang lama harus ditinggalkan. Salahsatu contoh adalah pengoptimalan pola berbasis jaringan, khususnya dengan lembaga yang memiliki tujuan yang sama dalam pembelaan kaum tertindas, baik itu beridiologi kiri, kanan, maupun lingkungan.Sehingga tercipta sebuah sinergitas gerakan yang massif. Akan tetapi bagaimana mungkin melakukan hal tersebut ketika lembaga kemahasiswaan sendiri tidak solid. Selain hal tersebut gerakan lembaga kemahasiswaan sudah harus melakukan elaborasi gerakan, lembaga pers mahasiswa harus menjadi provokotar atas ketimpangan sosial, lembaga kesenian harus menciptakan nyayian dan sastra meransang nurani pemberontakan rakyat, lembaga penelitian harus menyiapkan data dan informasi akan ketimpangan sosial, lembaga dakwah harus memberikan dokrin – dokrin ajaran yang progresif serta lembaga – lembaga kemahasiswaan yang lain yang berbasiskan apapun sudah seharusnya mengarahkan arah geraknya pada lahirnya sebuah perubahan sosial. Begitu pula kehadiran lembaga kemahasiswaan eksternal harus mendorong kader – kadernya untuk menjadi penggerak lembaga internal, karna tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan lembaga eksternal sangat dibutuhkan dalam persoalan elaborasi wacana dan suplai sember daya manusia, walaupun kita tidak meragukan pengkaderan yang dilakukan lembaga internal.
Strategi gerakan mahasiswa sudah seharusnya bergerak juga pada wilayah moral structural tampa menafikkan independensi lembaga selain gerakan kultur. Selama ini mahasiswa sangat tabu untuk bersentuhan pada wilayah struktur sehingga identitas yang terbangun adalah gerakan oposisi. Yang penulis maksudkan dengan gerakan moral structural adalah pemanfaatan ruang – ruang struktur untuk melakukan desakan atau masukan terhadap sebuah kebijakan. Beberapa poin – poin dalam undang – undang kita telah memberikan ruang – ruang untuk itu seperti pembentukan beberapa komisi Negara yang dapat dijadikan mitra untuk memperjuangkan hak – hak rakyat. Serta gerakan mahasiswa harus memanfaatkan orang – orang dalam struktur yang masih memiliki sedikit idealisme, walaupun sebahagian dari mereka memiliki mental yang bobrok. Sehingga identitas gerakan yang terbangun adalah gerakan kritis konstruktif.
Kekalahan juga gerakan mahasiswa dalam konteks sekarang ini yang serba ilmiah adalah kekalahan dalam pertanggunjawaban isu. Pernyataan serta argument mahasiswa selalu dinilai sebagai angin lalu karna tidak dapat dipertanggunjawabkan secara ilmiah. Kebanyakan dari mahasiswa hanya bermain pada wilayah – wilayah asumsi tampa dilengkapi dengan data atau istilahnya anak – anak sekarang “banyak ngomonnya kurang datanya”. Sehingga ketika mereka diperhadapkan pada sebuh forum ilmiah menjadi asalbunyi (asbul). Untuk kondisi inilah peran lembaga penelitian mahasiswa dibutuhkan.
Beberapa catatan diatas mudah - mudahan menjadi refleksi akan keberlanjutan gerakan lembaga kemahasiswaan. Merindukan gerakan moral mahasiswa dalam kondisi sosial yang carut marut sekarang ini menjadi suatu hal yang penting. Rakyat sudah lelah bermimpi akan sebuah perubahan dari mereka yang dipercayakan di lembaga pemerintahan. Kini saatnya bangkit melawan atau diam dalam ketertindasan.

*Penulis adalah ketua komisi EKOPOL MAPERWA UNM

Tidak ada komentar: