Jumat, 08 Februari 2008

SPMB DAN MASA DEPAN PENDIDIKAN

Oleh .Akmal nur

Sudah merupakan asumsi umum bahwa pendidikan adalah komponen yang paling mendasar untuk mengantarkan manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Secara personal diharapkan menjadi legitimasi dan media dalam merubah status sosial yang lebih tinggi ditengah masyarakat dan dalam skala global diharapkan menjadi proses lahirnya sebuah peradaban yang lebih maju. Begitu pentingnya akan sebuah harapan dalam pendidikan sehingga pengelolaannya dilaksanakan secara sistematis dan terintegrasi. Oleh sebab itu jenjang – jenjang pendidikan sebagai usaha sadar yang tersistematis dalam pelaksanaannya harus mendapatkan kontrol dan evaluasi secara menyeluruh, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT).
Sebagai sebuah sistem yang diawasi, maka kontrol yang dilakukan bukan saja pada output yang dihasilkan akan tetapi juga pada proses, input dan alat control itu sendiri. Sejauhmana kualitas output yang dihasilkan sangat tergantung dari bagaimana inputnya, prosesnya serta validitas alat kontrolnya. Dalam implementasinya dapat diamati pertama kualitas hasil salahsatunya dilihat dari evalusi pada Ujian Nasinal (UN), kedua proses pendidikan dapat dilihat dari bagaimana pemenuhan standar – standar pendidikan seperti standar kompetensi pendidik, standar mutu, serta standar sarana dan prasarana, dan yang ketiga bagaimana inputnya, dapat dilihat dari penerimaan peserta didik baik itu melalui seleksi penerimaan seperti ujian tes dan SPMB maupun metode yang lain.
Menjadi problem dalam konteks dewasa ini adalah sejauhmana para pengambil kebijakan dalam pendidikan melihat hal tersebut secara terintegral dan sejauhmana implementasi kontrol yang dilakukan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan dan tidak mencederai nilai – nilai keadilan dalam masyarakat. Berbagai evaluasi pendidikan yang dilakukan pengambil kebijakan dewasa telah menuai kritik dan berbagai protes dari berbagai kalangan karena dianggap penuh dengan ketidakadilan merupakan salahsatu indikasi buruknya sistem evaluasi pendidikan dan instrument yang digunakan. Jangankan mengharapkan sistem evaluasi yang adil, dalam penyelenggaraan secara umumpun sangat jauh dari nilai – nilai keadilan dan kemanusiaan. Sebut saja masalah pendanaan yang semakin mahal, distribusi sarana dan prasarana yang tidak merata di berbagai daerah serta pembedaan dalam segala hal seperti sekolah unggulan dan bukan unggulan. Kesemuanya merupakan cerminan sistem pendidikan yang tidak berjalan sesuai dengan diharapkan.

Diskriminasi dalam SPMB
Tahun 2007 tercatat sebanyak 56 perguruan tinggi negeri diseluruh Indonesia tergabung untuk melaksanakan seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dengan daya tampung mencapai 96.066 dan program studi 1.799. Hal sangat menarik untuk diamati jika dibandingkan dengan siswa yang akan lulus di tingkat SMA atau sederajat dengan jumlah diperkirakan sebanyak 2.075.800 dari jumlah peserta UN (www.tribuntimur.com), pertanyaan mendasar adalah kemana siswa yang lain akan melanjutkan pendidikannnya yang kurang lebih 1.979.734, jika melihat daya tampung perguruan tinggi negeri. Maka jawaban pertama adalah kuliah diperguruan tinggi swasta dengan biaya yang tidak perlu dipertanyakan lagi mahalnya, kedua mencari pekerjaan dengan harapan yang hampir mustahil dan ketiga seperti pemuda yang lain dengan menganggur. Ketiga alternatif tersebut sangat tergantung dari status dan kemampuan ekonomi siswa, bagi mereka yang merasa cukup, akan memilih melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi swasta dan bagi mereka yang miskin akan memilih mencari pekerjaan yang sudah diketahui memiliki kemungkinan yang kecil dan terakhir menjadi pengangguran.
Fenomena tersebut palingtidak memberikan gambaran bahwa ketidakmampuan perguruan tinggi negeri menampung peserta didik membawa masalah tersendiri bagi mereka yang masih ingin melanjutkan pendidikannya. Dengan asumsi bahwa sebahagian besar yang tidak lulus pada SPMB adalah mereka yang tidak pernah ikut bimbingan belajar, tidak dapat membeli buku – buku SPMB, dan tidak memiliki sarana lain dalam menghadapi ujian tersebut karena mereka adalah orang yang kehidupannya kekurangan, dibandingkan dengan orang kaya yang memiliki fasilitas tersebut. Menjadi pertanyaan adalah siapa sebenarnya yang disubsidi oleh pemerintah?, apakah mereka yang lulus pada SPMB dan kuliah di PT negeri dan rata – rata adalah orang kaya atau mereka yang tidak lulus SPMB yang rata – rata adalah orang miskin dan kuliah PT swasta?. Tentu saja jawabannya adalah mereka yang kaya karena mereka kuliah di perguruan tinggi negeri yang disubsidi oleh pemerintah.
Bukan hanya pada keterbatasan perguruan tinggi negeri menampung mahasiswa terjadi masalah dalam penerimaan mahasiswa baru akan tetapi diskriminasi juga sudah dapat diamati mulai dari pendaftaran sampai pada kelulusan SPMB nantinya. Walaupun penyelenggaran penerimaan mahasiswa baru melalui jalur SPMB serentak akan diadakan pada tanggal 4 juli 2007 namun beberapa perguruan tinggi telah melakukan penerimaan dengan seleksi lain melalui penerimaan jalur khusus seperti JNS (jalur non subsidi) seperti yang dilakukan di UNHAS dan perguruan tinggi lain. Perlu diketahui bersama bahwa penerimaan mahasiswa baru lewat jalur ini bukan diperuntukkkan lagi -lagi untuk orang miskin tetapi bagi orang yang kaya karena jalur ini mensyaratkan dana sebesar Rp 100 juta rupiah untuk jurusan terfaforit seperti kedokteran. Hal tersebut lebih memperjelas bahwa orang miskin benar - benar dilarang kuliah.

Masa depan pendidikan
Implementasi SPMB sudah seharusnya mempertimbangkan berbagai ketimpangan yang terjadi baik itu pada pelaksanaan seperti perjokian dan kebocoran soal yang telah menjadi masalah klasik tiap tahun maupun ketimpangan sebagaimana diatas. Melakukan seleksi untuk menjaring siapa yang mampu kuliah diperguruan tinggi negeri dengan asumsi sebagai sistem kontrol terhadap input perguruan tinggi adalah tindakan yang wajar akan tetapi pelaksanaan kontrol tersebut menimbulkan efek diskriminasi adalah tindakan yang tidak wajar. Sehingga yang dibutuhkan adalah bagaimana mekanisme kontrol ini berjalan tampa adanya diskriminasi antara siswa yang kaya dan siswa yang miskin dalam melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Terdapat beberapa hal yang seharusnya dilaksanakan sebelum penerapan dan sesudah SPMB. Pertama pemerataan standar penyelenggaraan pendidikan khususnya jenjang pasca peguruan tinggi. Hal ini dilakukan mengingat dewasa ini standar penyelenggaraan pendidikan ditingkat SMU yang memiliki kesenjangan yang memprihatinkan seperti sarana dan prasarana sekolah diperkotaan dan pedesaan, belum lagi terdapat sekolah unggulan dan nonunggulan, dengan pemerataan tersebut SPMB menjadi lebih fear. kedua menciptakan lapangan kerja. Ini dilakukan untuk memberikan alternatif lain bagi mereka yang tidak lulus SPMB untuk mencari pekerjaan mengingat angka pengangguran setiap tahun bertambah seiring dengan penentuan kelulusan SPMB. Ketiga penghapusan seluruh seleksi penerimaan yang lebih mengutamakan komersialisasi pendidikan seperti jalur non subsidi karena hal tersebut sangat jauh dari subtansi kesamaan masyarakat mendapatkan pendidikan.
Beberapa persoalan dan upaya yang harus dilakukan tersebut adalah sebuah refleksi bersama dalam meneropong masa depan pendidikan. Problem tersebut adalah sekelumik persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Walaupun persoalan pendidikan tidak seharusnya diselesaikan secara parsial akan tetapi hal tersebut palingtidak memberikan sedikit gambaran untuk meneropong masalah pendidikan yang lebih besar. Kita masih mengaharapkan keterbelakangan bangsa dapat diatasi dengan pendidikan, kita masih mengharapkan peradaban dapat dicapai dengan pendidikan dan kita masih mengharapkan dengan pendidikan kita lebih bermoral serta berbagai harapan – harapan lain. Dinegri ini kita sudah tidak dapat menghitung banyaknya pakar yang berbicara tentang masalah pendidikan akan tetapi para pengelola pendidikan belum juga bisa sadar dari tidurnya, mungkin dengan berteriak sekeras - kerasnya menjadi solusi yang sudah pantas untuk dilakukan.

* Penulis adalah ketua komisi III majelis permusyawaratan mahasiswa UNM (MAPERWA UNM)

Tidak ada komentar: