Minggu, 10 Februari 2008

ALAMKU, APA KABARMU?

oleh: ake. spd
Menghargai Alam, menghargai hati…..
Hidup’kan Makin lestari dan harmonis
Bila cinta selalu bersemayam dihati.

Wacana akan kesadaran ummat manusia di seluruh Negara di dunia ini akan bahaya pemanasan global sedang hangat di perbincangkan diberbagai diskusi dan seminar bertaraf internasional. Walaupun dianggap terlambat dan bermuatan kepentingan tetapi perlu diapresiasi lebih lanjut secara praktis. Maraknya berbagai bencana alam yang melanda akhir – akhir ini juga turut menyumbangkan sumber inspirasi untuk kembali merenungkan apa yang telah kita perbuat diatas bumi ini sehigga ia tidak lagi bersahabat dengan kita. Sederet peristiwa dan musibah yang terjadi dinegeri ini mulai dari bencana sunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor serta bencana alam turut mewarnai perjalanan bangsa ini.
Bukan hanya peristiwa alam seperti yang terlihat sekarang menjadi tanda akan sebuah kehancuran bumi ini, tetapi perediksi akan bencana yang akan datang turut menghantui para ilmuan dan kita semua tentang sebuah perubahan alam yang kita percepat sendiri menjadi lebih buruk di masa yang akan datang. Mencairnya gunung – gunung es yang mengakibatkan air laut merambah kedaratan, pergantian musim yang tidak teratur membuat para petani kegagalan panen, dan tingginya suhu udara yang tidak seperti biasanya menjadikan penduduk bumi semakin tidak nyaman. Kesemuanya itu adalah tanda – tanda tersendiri akan adanya musibah besar yang akan melanda ummat manusia di masa – masa yang akan datang. Jika prediksi Ilmu pengetahuan sudah mengingatkan kita akan adanya bahaya yang lebih besar, maka sekarang saatnya untuk kembali merenung seburuk apakah tindakan yang telah di lakukan di atas bumi ini.
Keprihatinan akan kondisi alam datang dari berbagai pihak termasuk dari pihak yang selama ini banyak mengeksploitasi lingkungan seiring dengan munculnya kesadaran bersama terhadap masa depan keberlangsungan manusia di muka bumi ini. Pertanyaan tentang apakah generasi berikutnya dapat hidup di planet yang bernama bumi ini dapat bertahan sampai akhir zaman menjadi renungan bagi kita semua yang hidup sekarang ini. Dimana tanda – tanda kehancuran sudah terlihat jelas dalam berbagai peristiwa – peristiwa alam yang tidak dapat dideteksi oleh akal manusia. Ketidakmampuan dalam mendeteksi kejadian alam membuat ummuat manusia ini melegitimasi dirinya untuk melimpahkan kesalahan pada alam itu sendiri bahkan pada sang pengatur alam ini.
Sudah menjadi kebiasaan kita untuk selalu melimpahkan kesalahan pada sesuatu yang tidak bisa menjawab. Padahal kita semua tahu bahwa “saya’, dia’, dan mereka” yang telah mengambil sumber daya alam secara serakah, menggundulkan hutan, membuat polusi udara, air, dan tanah serta yang paling penting bangga dan sombong dengan dosa – dosa yang telah dilakukan terhadap alam ini. Mungkin beberapa hal tadi telah menjadi kebiasaan dan rutinitas kita sehari – hari. Dengan keserakahan yang kita lakukan, akankah kita akan menyalahkannya setiap terjadi bencana alam. Padahal dalam salah satu dokrin agama menyebutkan bahwa “ Telah terjadi kerusakan di daratan dan di laut akibat ulah manusia itu sendiri”. Percaya atau tidak dengan kalimat ini, yang jelas pengetahuan ilmiah telah membuktikannya dengan sejumlah penelitian – penelitian yang dapat di percaya kebenarannya.

Alamku, Apa kabarmu
Kondisi Alam sekarang ini, sadar atau tidak, banyak di pengaruhi oleh idiologi dan pola tingkah laku masyarakat. Perubahan pola dari hidup yang dianggap tradisional menjadi lebih modern yang di dukung oleh kemenangan ideologi kapitalisme dan melahirkan revolusi industri turut menyumbangkan peralihan tingkah laku masyarakat dalam memandang alam yang dulunya sebagai mitra yang harus dijaga dan dilestarikan menjadi objek yang perlu di ekspolotasi dan di hancurkan demi mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Masyarakat telah melihat alam sebagai sebuah potensi yang bukan hanya untuk digunakan memenuhi kebutuhan manusia tetapi untuk memenuhi keinginan – keinginan manusia.
Pola hidup yang konsumeris dan hedonis yang lahir dari buah kapitalisme membuat masyarakat buta akan kelestarian lingkungan. Kita malah bangga membuang limbah sembarangan, mengeluarkan polusi kendaraan kita di udara, dan membuang racun di laut. Bukan hanya kita secara individu tetapi secara massal bersama – sama membangun pabrik – pabrik untuk meratakan gunung, membabat hutan dan menegruk hasil laut secara berlebihan, semua itu kita lakukan tidak lain hanya untuk bersenang – senang di muka bumi ini. Pemerintah yang kita bentuk untuk menjaga kelestarian alam, justru menjadi jembatan bagi pengusaha – pengusaha untuk masuk di negara ini mengeruk sumber daya alam secara serakah.
Sepertinya dalam kondisi seperti ini, seharusnya sudah ada pemilihan orang – orang yang akan hibernasi dan dikirim ke planet lain untuk melanjutkan peradaban nantinya. Agar tidak terjadi seperti dalam film ideo crazy, dimana orang semua orang menjadi tolol dan bodoh dalam mengelola lingkungannya. Pilihan itu sebenarnya merupakan kemungkinan terburuk dalam melihat tingkah laku manusia yang tidak pernah sadar dengan apa yang telah dilakukan. Jika kita masih menginginkan generasi manusia tidak seperti generasi dinosaurus dan tidak mau memilih kemungkinan terburuk tersebut, maka saatnya kita sadar diri, yang bukan hanya kesadaran individu akan tetapi kesadaran yang muncul secara bersama untuk meninggalkan cara pandang kita yang serakah terhadap alam ini.
Niat baik tersebut telah ditunjukkan dalam berbagai konvensi – konvensi internasional seperti kesadaran kaum kapitalis mengakui kejahatannya dalam Mansholt Memorandum dan medows report yang dibuat untuk club of roma atas segala kunsekwensi dari apa yang telah dilakukan sampai sampai pada kesepakatan MdGs (mellinium development goals) yang memasukkan kesadaran lingkungan bagi setiap Negara mengidentikkan adanya keinginan untuk sadar, akan tetapi kenyataannya belum dapat mengedentikkan keseriusan. Berbagai pengrusakan lingkungan terjadi diberbagai belahan dunia ini khususnya di Indonesia. Bukan hanya masyarakat biasa yang melakukan akan tetapi pelaku utamanya adalah pengusaha – pengusaha yang telah berselingkuh bisnis dengan pemerintah setempat. Sejumlah aturan tentang pelestarian lingkungan seakan – akan hanya menjadi perhatian untuk diperdebatkan dalam pembuatan di meja dewan tapi tiba pada tahap pelaksanaan, semuanya diabaikan begitu saja.
Konvensi – konvensi yang dilakukan oleh berbagai negara kapitalisme bisa jadi merupakan kesadaran terhadap kejahatan – kejahatannya selama ini, Akan tetapi dapat juga berupa strategi baru untuk melakukan eksploitasi secara besar – besaran dengan cara yang baru dan lebih halus. Yang jelas kita masih tetap harus mengingat apa yang dikatakan oleh Andre gorz dalam bukunya anarki kapitalis bahwa “jangan pernah percaya pada kebaikan kapitalisme, sebab mereka akan merencanakan sesuatu yang lebih jahat”.
Oleh sebab itu, kiranya berbagai fenomena alam dan bencana alam yang melanda ummat manusia dewasa ini seharusnya ditanggapi, pertama sebagai kutukan dari alam atas akibat tingkah laku manusia yang serakah dalam memanfaatkan lingkungannnya. Kedua perlu adanya gerakan sosial masyarakat dalam mempertahankan kelestarian lingkungannya dari pengrusakan antek – antek kapitalisme dengan tidak melupakan manusia sebagai tujuan utama akan keberlangsungan alam. Ketiga perubahan secara radikal pola hidup masyarakat yang cendrum eksploitatif dan konsumeris. Jangan sampai kita semua menyatakan sadar dan pencinta lingkungan padahal tindakan kita adalah sebaliknya
Harapan kita semua adalah tidak mendahului tuhan untuk menyiapkan neraka dimuka bumi sebelum hari kiamat. Dimana kita susah untuk mendapatkan makanan segar karna terkena formalin, susah untuk memakai pakaian karna kepanasan, susah untuk minum karna kekeringan, susah untuk bernafas karna polusi udara, yang intinya susah untuk hidup lagi dibumi ini. Kasian ………

Tidak ada komentar: